Air Mata Mereka[1]

Sekitar satu bulan sebelum bulan Romadhon di tahun 9 Hijriyyah, Rasulullah dan kaum muslimin ketika itu sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi perang Tabuk. Persiapan yang membutuhkan upaya yang ekstra jika dibandingkan dengan perang-perang lainnya. Ketika itu madinah sedang didera musim panas yang tak biasa. Sebuah kondisi yang tiada lain mempersulit keadaan. Musim panas yang menghadirkan paceklik menyebabkan perekonomian kaum muslimin sulit. Padahal untuk perang ini dibutuhkan perelengkapan yang ekstra karena inilah kali pertama kaum muslimin berhadapan dengan Bangsa Romawi, imperium terbesar ketika itu. Ditambah lagi karena Tabuk merupakan tempat nun jauh dari Madinah. Harus melewati padang pasir di musim panas dengan angin gersang yang berdesau-desau dan terik matahari yang dengan leluasa membaluti kulit untuk bisa mencapainya.

Tersebab kondisi tersebutlah sampai-sampai orang munafik ketika itu berkata:
"Janganlah kamu berangkat pergi berperang dalam panas yang terik seperti ini".

Mereka berharap bisa berdamai dengan keadaan dengan ucapan mereka itu. Namun jauh jawab dari pada harap, Allah malah berfirman dalam surat At Taubah:
Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu jauh lebih panas" sekiranya mereka mengetahui. (QS At Taubah: 81)

Mensiasati kondisi yang demikian, maka Rasulullah pun mengumumkan kepada kaum muslimin agar mau menginfakkan hartanya dalam rangka membiayai berbagai keperluan perang. Rasulullah juga mengumumkan hanya akan membawa pasukan yang memiliki kendaraan saja.

Dalam episode sejarah ini lah tersebut sejumput kisah tujuh orang[2] yang Allah abadikan di dalam surat At Taubah ayat 92. Tujuh orang yang miskin papa. Tidak memiliki harta untuk diinfakkan, terlebih kendaraan yang bisa digunakan untuk berperang. Padahal, hati mereka sangat ingin untuk ikut berperang, berjihad, dan mendermakan diri di jalan Allah.

Tak menyerah dengan keadaan, maka mereka pun datang mengadu kepada Rasulullah dengan harapan beliau berkenan memberikan atau mencarikan kendaraan sehingga mereka bisa ikut berperang. Namun, alangkah sedihnya mereka karena Rasulullah menjawab tidak sesuai yang diharapkan, sebagaimana Allah abadikan di dalam surat At Taubah:
"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu."

Mendengar jawaban Rasulullah tersebut pun lalu mereka pergi dalam keadaan tersedu, berlinangan air mata. Air mata yang hadir dari sebuah keikhlasan untuk menderma diri di jalan Allah. Air mata yang jikalah kita yang berada dalam posisi mereka ketika itu, barangkali hanya hadir dari sebuah kegembiraan karena diizinkan untuk tidak ikut berperang.

Kisah tersebutlah yang Allah abadikan di dalam Al Qur’an:
“dan tiada pula berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS At Taubah: 92)

Semoga Allah berkenan mengumpulkan kita bersama Rasulullah dan para Sahabatnya kelak di surganya, Jannatun Na’im. Amin.




[1] Wisma Darus Solihin, Pogung Dalangan, 09:50 WIB, 04 Mei 2013.
[2] Disebutkan di dalam tafsir Al Baghowi tujuh orang tersebu adalah Ma’qil bin Yasar, Shokhr bin Khonsa’, Abdullah bin Ka’ab Al Ansori, Ulbah bin Zaid Al Ansori, Salim bin Umair, Tsa’labah, Abdullah bin Mughoffal.