Tulisan ini merupakan kelanjutan dari dua tulisan saya sebelumnya mengenai “Islam dan Dimensi Bencana (1) dan (2)”. Pada tulisan kali ini dan beberapa tulisan berikutnya saya akan mencoba merangkum beberapa kejadian bencana yang terjadi di masa nabi-nabi terdahulu dan di masa awal-awal Islam.

Untuk kejadian bencana yang terjadi di zaman nabi-nabi terdahulu, untuk sementara saya hanya mampu merangkum dari satu buah sumber, yaitu dari karya Ibnu Katsir yang berjudul Qoshosul Anbiya’ (yang merupakan bagian dari karya beliau Al Bidayah wan Nihayah). Sebenarnya rangkuman tersebut bisa diperkaya dengan beberapa referensi lainnya yang juga sudah saya dapatkan, semisal referensi-referensi tafsir Al Quran yang menjelaskan tentang ayat-ayat terkait bencana-bencana pada masing-masing Nabi. Hanya saja saya masih kerepotan untuk melakukan hal tersebut. Juga, saya belum sempat untuk mendelineasikan secara jelas batasan dalam nomenklatur Islam terkait bencana. Sebagaimana saya singgung dalam tulisan sebelumnya, sejatinya kajian mengenai Islam dan dimensi bencana dimulai dari delineasi batasan antara beberapa istilah seperti musibah, bala’, azab, bencana, dll. Karenanya dalam rangkuman saya di bawah, saya masih menyepadankan istilah azab yang banyak digunakan dalam ayat-ayat terkait dengan istilah bencana.

Setidaknya ada lima jenis bencana yang telah berhasil saya identifikasi yang terjadi pada zaman nabi-nabi terdahulu, yaitu:
1. Badai Angin (ada yang membawa batu)
2. Halilintar/Petir
3. Penelanan oleh bumi (Longsor?)
4. Banjir bandang
5. Wabah

Sebagian di antara lima tersebut, Allah sebutkan dalam satu ayat:

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al Ankabut:40)

Pada tulisan kali ini saya akan sampaikan rangkuman mengenai kejadian bencana badai angin pada zaman Nabi Hud dan Luth.

Badai Angin di Zaman Nabi Hud

Bencana badai angin di antaranya Allah timpakan kepada umat Nabi Hud, yaitu kaum `Ad. Disebutkan bahwa kaum ‘Ad bertempat tinggal di jazirah Arab. Lebih detailnya, mereka bertempat tinggal di bukit-bukit pasir yang berada di Yaman, antara Oman dan Hadramaut. Di antara bukti bahwa kaum ‘Ad berbangsa arab adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Abu Dzar tentang para Nabi dan Rasul:

“Di antara mereka ada empat Nabi yang berasal dari bangsa Arab: Hud, Shalih, Syu’aib, dan Nabimu, wahai Abu Dzarr” (Diriwayatkan dalam Shahih Ibnu Hibban)

Kaum ‘Ad tinggal di kemah-kemah mereka yang memiliki tiang-tiang yang sangat besar. Sebagaimana Allah firmankan dalam suraat Al Fajr, yang artinya:

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad? Yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (di suatu kotapun) seperti itu di negeri-negeri lain” (QS. Al Fajr: 6-8)

Iram adalah nama kabilah pertama dari kaum ‘Ad. Dan kaum ‘Ad adalah kaum yang pertama kali menyembah berhala setelah bencana banjir bandang di zaman Nabi Nuh yang menewaskan hampir seluruh penduduk bumi. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya:

“Dan ingatlah oleh kalian di saat Allah menjadikan kalian sebagai pengganti-pengganti yang berkuasa sesudah lenyapnya kaum Nuh. Dan tuhanmu telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (dari kaum Nuh itu)” (QS. Al A’raf : 69)

Di antara ayat yang menceritakan tentang kejadian badai angin yang menimpa kaum ‘Ad adalah firman Allah dalam surah Al Haqqoh, yang artinya:

“Adapun kaum `Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum `Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal di antara mereka” (QS. Al Haqqoh: 6-8)

Juga dalam surat Al Ahqof:

“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka pun berkata: ‘inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’. Bahkan itu sebenarnya adalah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera, yaitu angin yang mengandung azab yang pedih” (QS Al Ahqof: 24)

Inilah bencana yang pertama kali menimpa kaum ‘Ad setelah sebelumnya mereka mengalami paceklik dan kekeringan berkepajangan. Karena paceklik dan kekeringan tersebut, akhirnya mereka berdoa meminta hujan dan hingga akhirnya mereka melihat gumpalan awan di langit yang mereka kira akan memberikan hujan. Akan tetapi sebenarnya itu adalah azab dari Allah, sebagaimana Allah terangkan:

“Bahkan itu sebenarnya adalah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera” (QS. Al Ahqof: 24)

Para Ahli tafsir meriwayatkan dari Imam Muhammad bin Ishaq bin Yasaar yang berkata: “ketika mereka (kaum ‘Ad) enggan dan memilih untuk ingkar kepada Allah, maka Allah tidak menurunkan hujan kepada mereka selama tiga tahun”

Ibnu Ishaq juga menjelaskan: “Hud dan orang-orang yang beriman telah menyingkir—sebagaimana yang telah disebutkan kepadaku—ke sebuah tempat. Tidak lah azab tersebut menimpa mereka kecuali membuat merinding kulit-kulit dan menyayat hati mereka. Azab tersebut menimpa kaum ‘Ad yang turun diantara langit dan bumi. Azab tersebut menghujani kepala mereka dengan bebatuan.”

Telah jelas disebutkan dalam surat Al Haqqoh bahwa lamanya badai angin yang menimpa kaum ‘Ad adalah tujuh malam dan delapan hari. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa azab tersebut di mulai pada hari Jumat, dan sebagian lagi menyebutkan dimulai pada hari Rabu.

Mengenai firman Allah tentang kondisi mereka, “maka kamu lihat kaum `Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (Q.S. Al Haqqah: 7), Ibnu Katsir menyebutkan maknanya adalah angin tersebut menerpa seseorang yang membuatnya terbang ke udara lantas menghempaskannya dengan kepala posisi di bawah sehingga, jadilah mereka mayat-mayat yang tak berkepala

Mengenai bencana badai angin yang menimpa kaum ‘Ad ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Aku ditolong dengan angin Timur, sedangkan kaum ‘Ad dibinasakan dengan angin Barat”

Dalam hadis lainnya dari sahabat Ibnu Umar, juga dikisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah Allah membukakan angin bagi kaum ‘Ad yang membinasakan mereka melainkan sebesar cincin. Angin tersebut melintasi penduduk pedesaan yang membawa terbang mereka, hewan ternak, serta harta benda mereka sampai di antara langit dan bumi. Ketika penduduk perkotaan dari kalangan kaum ‘Ad melihat angin dan segala yang dibawanya, maka mereka berkata: “inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. Maka angin tersebut melemparkan penduduk pedesaan (yang dibawanya) dan hewan ternaknya, sehingga menimpa penduduk perkotaan”

Atas bencana ini tidak tersisa seorangpun dari kalangan kaum ‘Ad, kecuali Bani Al Ludziyyah al Hamda. Menurut Ibnu Ishaq, hal tersebut dikarenakan mereka bertempat tinggal di Mekah.

Badai angin di zaman Nabi Luth.

Disebutkan bahwa Nabi Luth tinggal di Kota Sodom, ibukota dari daerah Gharzaghar. Di kota ini pula lah menetap manusia-manusia yang keji dan yang pertama kali melakukan homoseksual (sesama lelaki) di dalam sejarah keturunan Adam.

Di antara ayat yang menjelaskan tentang kejadian bencana ini di zaman Nabi Luth adalah:

“Kaum Luth pun telah mendustakan peringatan-peringatan (nabinya). Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum fajar menyingsing. Sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan sesungguhnya dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu.” (QS. Al Qomar: 33-36.)

Dalam surat Hud dijelaskan bahwa kejadian bencana tersebut terjadi di pagi hari:

“Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS Hud: 81).

Nabi Luth telah keluar dari kampungnya bersama keluarganya sebelum bencana tersebut terjadi. Dan mengenai kemana Nabi Luth mengungsi, Imam Ibnu Katstir berkata:

“Menurut kalangan ahli kitab: bahwasanya para malaikat memerintahkan Luth untuk naik ke puncak gunung dan menjauh dari tempat kaumnya. Kemudian Luth meminta kepada para malaikat tersebut untuk diijinkan pergi ke perkampungan yang terdekat. Para malaikat berkata: “Pergilah, kami akan menunggu hingga kamu sampai pada perkampungan tersebut dan tinggal di sana, kemudian kami akan menimpakan azab kepada mereka.” Kalangan ahli kitab menyebutkan bahwa Luth pergi ke perkampungan Shugar, yang orang-orang menyebutknya dengan nama Gharzaghar. Di kala matahari terbit, makan azab menimpa kaumnya.

Allah berfirman, yang artinya:

“Maka tatkala datang azab kami, kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim” (QS. Hud: 82-83)

Mereka mengatakan: Jibril memporak-porandakan tempat tinggal mereka—yang berjumlah tujuh kota—dengan ujung sayapnya. Mereka mengakatakan bahwa jumlah mereka adalah empat ratus orang. Ada yang mengatakan jumlah mereka empat ribu orang ditambah hewan-hewan. Tempat-tempat dan daerah-daerah di sekitar itu pun diporak-porandakan. Mereka semua diangkat ke langit, hingga para malaikat mendengar kokokkan ayam jantan dan lolongan anjing, kemudian mereka dibalik dan ditimpakan kepada mereka. Sehingga bagian atas berubah menjadi bawah.”

Insya Allah berlanjut.
22:58 BST. April 19, 2015. Wingrove Avenue, Newcastle upon Tyne.