Berurusan dengan orang yang ikhlas itu serba enak. Susah atau mudah pekerjaan yang dimilikinya, dia tidak akan gampang mengeluh. Diapresiasi atau tidak usahanya, dia tidak akan upset. Didengar atau tidak nasehatnya, dia tidak akan marah. Kenapa bisa? Alasannya cuma satu: kami melakukan semua ini ikhlas hanya untuk mencari ridho Allah, bukan untuk mencari keridhoan manusia.

Ikhlas itu berkaitan dengan akidah. Dan akidah itu adalah pondasi dalam Islam. Seorang muslim yang akidahnya kuat, maka pondasi hidupnya juga akan kuat dalam menghadapi berbagai masalah di kehidupan ini. Tak akan mudah ia untuk mengeluh, upset, dan marah akan keadaan. Kalau dalam konsep resiliensi individu ada ungkapan: “jangan minta beban yang ringan, tapi mintalah pundak yang kuat”, maka itu mirip dengan konsep keikhlasan. Jangan berharap keadaan di kehidupan ini selalu berjalan sesuai harapan, tapi akidahlah yang dikuatkan. Keikhlasanlah yang ditingkatkan.

Dan itulah barangkali dulu kenapa di awal masa Islam orang banyak masuk Islam karena melihat karakter para sahabat yang tangguh: tidak mudah mengeluh, upset, dan tidak gampang terpancing amarahnya—karena memang para sahabat adalah role model bagi orang-orang yang ikhlas. Mereka adalah orang-orang yang akidahnya dipancangkan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hanya saja, terkadang memang mewujudkan keikhlasan itu tidak mudah. Sepatutnya kita bermohon banyak kepada Allah agar selalu diberikan keikhlasan.

 Ù†Ø³Ø£Ù„ الله ان يجعلنا من المخلصين

***

Pernah ada orang bertanya kepada Suhail: “Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?”. Ia menjawab, ”Ikhlas, sebab nafsu tidak pernah memiliki bagian sedikitpun dari ikhlas.”