Kuperhatikan wajah istriku yang terlelap di sampingku, lalu kurenungi betapa jauhnya perjalanan yang telah kutempuh hingga aku bisa sampai di titik ini—sesosok manusia yang dulu adalah anak kecil yang cengeng ini, kini telah menjadi seorang suami, yang berketetapan hati untuk menjadi pemimpin atas keluarganya.

Dulu. Aku hanyalah anak kecil yang ditimang oleh orang tua. Dimanja oleh para saudara. Yang tumbuh dalam balutan kasih sayang mereka. Yang sering menangis bila apa yang didambanya tak bisa menjumpa.

Ayah yang mengajari aku bersepeda. Ibu yang menyuapiku sebelum aku kelaparan. Kakak-kakakku yang membantu mengerjakan PR.

Dulu. Aku juga adalah seorang remaja. Yang sedikit punya ruang untuk mencoba yang ini dan untuk mencoba yang itu. Yang punya sedikit masa untuk menghabiskan “jatah gagal”ku. Yang serba kembali kepada orang tua untuk memutuskan segala sesuatu.

Tapi kini aku adalah pemimpin keluarga. Yang harus memutuskan segala sesuatunya dengan bijak. Yang harus mampu bersikap dewasa. Bertindak mandiri. Berfikir matang.

Kini aku adalah seorang suami. Yang bila istriku sakit, akulah yang harus merawatnya. Menyiapkan makan dan minum untuknya. Yang apabila ia bersedih akulah yang harus menghiburnya. Apabila ia terluka akulah yang harus mengobatinya.

Kini. Aku adalah seorang pemimpin atas sebuah rumah tangga. Yang bertanggung jawab atas sebuah rumah tangga. Dan yang kelak akan ditanya tentang kepemimpinanku oleh Sang Pencipta.

Jauh sudah hamba berjalan yaa Rabb. Semua ini hanya atas izinmu. Atas kasih sayangmu. Atas bimbinganmu. Hamdan laka yaa Rabb.