Bencana Halilintar di Zaman Nabi Shalih
Jenis bencana kedua yang terjadi pada zaman nabi terdahulu adalah bencana halilintar yang dahsyat. Bencana ini terjadi pada kaum Tsamud, yaitu kaumnya Nabi Shalih.

Kaum Tsamud tinggal di sebuah lembah bernama Al Hijr yang terletak di jazirah Arab, tepatnya di sekitar daerah Tabuk. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya diriwayatkan pernah melintasi bekas perkampungan kaum Tsamud tersebut ketika perang Tabuk. 

Allah berfirman di dalam Al Quran tentang bencana yang membinasakan kaum Tsamud tersebut:

“Adapun kaum Samud maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa(QS. Al Haqqah: 5).

“Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinankan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. Dan kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka adalah orang-orang yang bertakwa” (QS. Fushshilat: 17-18).

Awal mula datangnya bencana kepada Kaum Tsamud adalah karena pembangkangan mereka terhadap perintah-perintah Allah yang disampaikan melalui Nabi Shalih. Di antara pembangkangan tersebut adalah pembunuhan yang mereka lakukan terhadap unta betina yang Allah larang untuk dibunuh, sebagaimana dalam firman Allah yang mengisahkan kejadian tersebut:

“(Shalih berkata): ‘Hai kaumku, inilah unta betina dari Allah,sebagai mukjizat untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun yang akan menyebabkan kamu ditimpa azab yang dekat’. Kemudian mereka membunuh unta itu. Maka Shalih pun berkata: ‘Bersukarialah kalian di rumah-rumah kalian selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan’” (QS. Hud: 64-65)

Tiga hari dalam ayat tersebut maksudnya adalah tenggang waktu sebelum datangnya bencana yang akan meluluhlantahkan.

Ibnu Katsir menjelaskan, hari pertama dari tiga hari batas waktu tersebut adalah hari Kamis. Pada hari pertama tersebut wajah-wajah kaum tsamud berubah menjadi kekuning-kuningan dan pada sore harinya mereka semua berseru: “telah berlalu satu hari dari batas waktunya”. Pada hari kedua, yaitu hari Jum’at, wajah mereka berubah menjadi berwarna kemerah-merahan. Di sore hari pada hari kedua tersebut mereka juga menyeru, “telah berlalu dua hari dari batas waktunya”. Pada hari ketiga, hari Sabtu, wajah mereka berubah menjadi kehitam-hitaman dan pada sore harinya mereka berseru, “telah habis batas waktunya”.

Di pagi hari pada hari Ahad, mereka duduk dan bersiap-siap menunggu bencana yang akan mendatangi mereka. Mereka tidak tahu bencana apa yang akan datang dan dari mana bencana itu akan datang.

Ketika matahari terbit maka datanglah suara yang keras dari langit dan gempa dari arah bawah mereka. Ruh-ruh kaum Tsamud serta merta keluar dari jasad-jasad mereka, nyawa mereka melayang, semua gerakan terhenti, dan segala sesuatu menjadi rata. Mereka pun tiba-tiba menjadi mayat-mayat yang bergelimpangan.

Bencana tersebut hanya terjadi di perkampungan kaum Tsamud, tidak pada perkampungan lainnya di Jazirah Arab ketika itu. Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa pada kejadian bencana tersebut terdapat seorang budak perempuan yang lumpuh yang selamat, yang bernama Kilbah bin As Salq. Perempuan tersebut sangat kuat dalam memusuhi nabi Shalih sehingga Allah membuatnya menyaksikan kengerian bencana yang Allah timpakan. Perempuan itu kemudian berlari mendatangi sebuah perkampungan Arab dan mengabarkan kepada penduduk kampung tersebut apa yang terjadi di kampungnya. Perempuan itu kemudian meminta air minum dan Allah pun mematikannya setelah meminum air tersebut.

Sebagaimana telah disampaikan di awal, telah diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya pernah melewati bekas perkampungan kaum Tsamud. Ketika berada di perkampungan tersebut para sahabat Nabi dikisahkan mengambil air dari sumur-sumur yang dulunya merupakan sumber air minum bagi kaum Tsamud. Para sahabat mengambil air dengan tempayan-tempayan mereka dan membuat adonan roti dengan air tersebut. Ketika melihat hal tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk membuang air dari tempayan-tempayan yang ada dan menjadikan adonan roti yang telah dibuat sebagai pakan unta. Beliau juga kemudian melarang untuk masuk ke suatu perkampungan yang merupakan bekas tempat tinggal suatu kaum yang telah ditimpakan azab oleh Allah. Beliau bersabda: ”aku khawatir kalian akan ditimpa dengan apa yang telah menimpa kaum Tsamud, maka janganlah kalian masuk ke tempat mereka”. 

Insya Allah bersambung.

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan pertama: Bencana Pada Zaman Nabi Terdahulu (1)

10:19 BST, 02 May 2015. Wingrove Avenue, Newcastle upon Tyne.