Ramadan Pergi[1]

Kulihat penanggalanku siang ini. Tak terasa, detik-detik terus bergulir tak tertahankan. Dan Ramadan ternyata telah berminggu meninggalkan.

Membicarakan Ramadan, adalah membicarakan Al Quran. Yang ribuan ayatnya senantiasa dibaca oleh orang-orang di setiap hari di bulan itu. Seakan tak pernah buat lisan mereka kering untuk membacanya. Bahkan mampu membuat hati mereka bergetar dan air mata mereka bercucur. Ribuan ayat yang seakan punya sifat adiksi bagi mereka untuk dilafalkan.

Membicarakan ramadan juga membicarakan kesemarakkan solat malam. Ratusan rakaat dan sujud yang telah orang-orang persembahkan di malam-malamnya. Diselingi dengan doa-doa suci mereka. Rumah-rumah Allah pun jadi benderang.

Ramadan juga tentang semangat dan atensi menghamba orang-orang yang membara. Badan mereka yang seakan begitu ringan untuk bersembah. Tangan mereka begitu enteng untuk berderma. Dan lisan mereka yang tak pernah kelu untuk berzikir. Semua orang ajeg menghamba.

Dan sekarang, Syawal juga tak lama lagi akan pergi. Mendadak aku tersadar dan bertanya pada diri sendiri: dimana aku di Ramadan lalu? Di saat orang-orang bermesraan dengan Al Quran, bergigih diri mendirikan solat malam, dan berhiaskan dengan segala amalan ketaatan. Dimana aku? Tersibukkan oleh perhelatan piala dunia waktu itu? Terlalaikan oleh perhelatan politik? Atau terlenakan oleh euphoria hari raya?

Maka masih patutkah aku berkata: kini telah Syawal, dan kini aku kembali suci seperti terlahir kembali. Aduh, seakan aku telah menjamu Ramadanku dengan baik. Dan seakan aku yakin segala amalanku diterima dan terangkat naik.

 “Betapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak medapatkan apa-apa dari puasanya tersebut, melainkan hanya lapar dan dahaga” (HR Ahmad)

Sementara detik-detik terus berguguran, maka kini kutengadah tangan sambil berdoa: Semoga segala amalanku yang sedikit di bulan Ramadan lalu, berkenan Allah terima. Semoga semangat dan atensi menghamba seperti Ramadan lalu, bisa kembali dihadirkan di bulan-bulan berikutnya. Dan semoga Allah berkenan mempertemukanku kembali dengan ramadan dalam keadaan yang serba lebih baik. 

[Muhammad Rezki Hr]

[1] Diterbitkan di Majalah Mahasiswa Uleenuha edisi 2014.