Terimakasih[1]

Ada satu masa dimana seakan aku tak pernah kenal dengan yang namanya duka. Saat-saat dimana aku dikelilingi orang-orang yang akan menepuk pundakku untuk mengajakku bangkit dari segala keterpurukan. Membantuku untuk melepaskan lara. Menentramkan hati dengan nasihat-nasihat mereka. Di saat aku menilai asa telah meredup, lalu mereka hadir memendarkannya. Dan segala beban terasa ringan saat mereka membersamai.

Ada satu masa dimana kegusaran di dadaku memuncak tiba-tiba. Waktu dimana aku tersadar bahwa waktuku tidak lama lagi menginjak tanah yang begitu kucinta karena berbagai isinya. Tak lagi aku akan bisa mendengar kumandang merdu. Menemui majelis-majelis yang dipenuhi wajah-wajah teduh dan lugu. Tak lagi akan berdiri di tanah tempat aku pernah menyusun angan dan membangun mimpi. Dan kegusaran bertambah, ketika sadar betapa banyak hal yang belum kulakukan dan telah kulewatkan.

Dan suatu hari nanti, akan ada satu masa dimana aku harus memaklumi apabila air mataku akan menitik dengan sendirinya. Saat dimana aku berkata, “berpuluh orang sudah kuantar ke pemberangkatan, sekarangkah giliranku?”

Terimakasih, untuk segala yang mampu kuungkapkan dan yang tak mampu kuungkapkan.


[1] Deresan, 20:46 WIB, 1 Mei 2014.