Terimakasih[1]
Ada satu masa dimana seakan aku
tak pernah kenal dengan yang namanya duka. Saat-saat dimana aku dikelilingi
orang-orang yang akan menepuk pundakku untuk mengajakku bangkit dari segala
keterpurukan. Membantuku untuk melepaskan lara. Menentramkan hati dengan
nasihat-nasihat mereka. Di saat aku menilai asa telah meredup, lalu mereka
hadir memendarkannya. Dan segala beban terasa ringan saat mereka membersamai.
Ada satu masa dimana kegusaran di
dadaku memuncak tiba-tiba. Waktu dimana aku tersadar bahwa waktuku tidak lama
lagi menginjak tanah yang begitu kucinta karena berbagai isinya. Tak lagi aku
akan bisa mendengar kumandang merdu. Menemui majelis-majelis yang dipenuhi
wajah-wajah teduh dan lugu. Tak lagi akan berdiri di tanah tempat aku pernah
menyusun angan dan membangun mimpi. Dan kegusaran bertambah, ketika sadar betapa
banyak hal yang belum kulakukan dan telah kulewatkan.
Dan suatu hari nanti, akan ada
satu masa dimana aku harus memaklumi apabila air mataku akan menitik dengan
sendirinya. Saat dimana aku berkata, “berpuluh orang sudah kuantar ke
pemberangkatan, sekarangkah giliranku?”
Terimakasih, untuk segala yang mampu
kuungkapkan dan yang tak mampu kuungkapkan.
COMMENTS