Bahagia[1]
Di bawah langit mendung malam
pukul 19: 38, ntah kenapa aku bertanya-tanya: apa yang orang-orang lakukan untuk
membahagiakan diri di malam minggu ini?
Aku sendiri merasa tak perlu
kemana-mana malam ini. Cukup di sini. Di ruang ini. Sendiri. Tak perlu ada
suara musik. Hanya ada suara putaran kipas angin. Hanya ada suara decit kaki kursi
karena kugeser-geser untuk mencari posisi duduk yang paling pas. Hanya ada
suara detak arloji. Sisanya hanya keheningan. Dan tak perlu memainkan alat
musik apa pun. Atau memainkan game apa pun. Aku hanya perlu sebuah buku. Atau selembar
kertas. Dan itu semua lebih dari cukup: Aku sudah bahagia.
Dan ketika mengamati social
media, aku kembali bertanya-tanya: mengapa manusia seakan tak pernah bosan
mengeluh atas segala keadaan? Apa mereka tak pernah benar-benar mengerti apa
yang namanya bahagia? Apa selera bahagia bagi mereka terlalu tinggi? Bukankah
agama kita mengajarkan untuk bahagia dengan hal-hal yang sederhana?
Hingga ku tulis baris terakhir
ini. Langit masih mendung, 19: 55. Aku masih di sini. Di ruang ini. Sendiri.
Dan aku masih bahagia.
Atas hal-hal yang sederhana, berbahagialah!
Atas hal-hal yang sederhana, berbahagialah!
COMMENTS