Tentang Tanah dan Hujan[1]

Ini tentang tanah yang sedang rindu dan tentang hujan yang memutuskan untuk menjadi pemalu.

Tanah tak sempat bertanya pada hujan waktu kali terakhir mereka bertemu, “kamu kapan kembali?

Yang tanah tahu, hujan akan selalu ada ketika ia butuh.  Tanah lupa, di satuan waktu tertentu, hujan itu akan jadi pemalu. Hingga akhirnya ia sadar dan sampailah ia pada titik merindu.

Hujan, kita kapan bertemu lagi?” dengan syahdu tanah sering bertanya, tanpa ia tahu apakah hujan mendengarnya atau tidak. Yang pasti rindu tanah kini tak terbilang besarnya. Makin panas terik hari, makin gusar pula tanah tentang rindunya yang tak bertepi.

Hujan juga tak sempat mengabarkan kepada tanah ketika kali pertama ia memutuskan untuk jadi lebih pemalu. Kesadaran akan kebaikan bersamalah yang membuat hujan memilih untuk menjadi lebih pemalu ketika itu.

...

Dan setelah berbulan tak bertemu, kemarin akhirnya mereka bertemu. Hanya saja masih dalam kondisi gagu. Karena yang satu sangat tak sabar ingin melepas rindu, dan yang satu masih sulit untuk menipiskan saput malu.

...

Tanahnya rindu, hujannya malu. Kapan kalian akan bertemu tanpa perlu gagu?

[1] Di awal musim penghujan Jogja, insya Allah. 10: 40 WIB. 20 Oktober 2013. Darut Tauhid, Pogung Kidul, YK.