Menjaga Keluarga[1]

Aku duduk tak jauh dari bapak itu di antara sof-sof para jamaah solat idul adha, lewat satu pekan yang lalu. Aku sudah cukup lama mengenalnya. Seorang bapak yang ramah dan cukup perhatian dengan setiap orang yang beliau kenal. Seorang bapak yang sangat bersemangat untuk turut dalam mendakwahkan sunnah yang telah ia kenal entah sejak kapan.

Yang menyentakku ketika itu adalah ketika melihat raut wajah beliau setelah khutbah ied selesai. Pipinya becek oleh air mata. Wajahnya rata oleh warna merah padam. Dan bahkan, untuk bangkit dari tempat duduknya saja ia sedikit limbung, karena masih sedikit sesengukan.

Ada apa gerangan?

Tak butuh waktu lama bagi otakku untuk menemukan jawabannya. Aku tahu, ia pasti menangis karena mendengar materi khutbah yang baru saja disampaikan oleh Ustadz Ridwan Hamidi. Anak Shaleh, Jalan Surga Orangtua. Itu judulnya. Dan berbicara tentang anak, tentu juga berbicara tentang keluarga.  Pasti. Pasti Itu yang membuat air matanya terburai.

Dari teman aku tahu, bahwa meski bapak ini telah lama mengenal dan mengamalkan sunnah, ia belum bisa mengajak istri dan anaknya untuk turut mengamalkannya. Tentunya telah habis upayanya untuk mengajak mereka untuk juga melakukan hal yang sama. Makanya, sesering apa pun aku bertemu bapak ini di berbagai ta’lim, tak pernah ia bersama istri atau anaknya. Padahal rumah mereka tak jauh dari lokasi-lokasi ta’lim yang ada.

Melihat tangis bapak itu yang hadir karena alasan demikian, sejurus aku langsung tersadar dan bertanya-tanya pada diriku sendir: sudah seberapa usahaku untuk mendakwahkan sunnah ke keluargaku? Jangan sampai asyik mendakwahi orang lain, keluarga sendiri luput.

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarya adalah manusia dan batu...” (QS At Tahrim: 6)

Semoga Allah memberikan hidayahnya kepada kita dan kepada keluarga kita.

[1] 17: 30 WIB, 23 Oktober 2013. Pogung Dalangan, YK.