Mengharap
Pujian[1]
Sampai kapan kamu mau begitu?
Menjadikan pujian sebagai satu-satunya definisi
kebahagian. Menjadikan kesima orang lain sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Kamu itu terlalu kagum dengan dirimu. Rela menari-nari
di hadapan cermin ketika melihat bayangan yang ada di sana. Menepuk-nepuk dada
ketika sedikit saja namamu disebut mereka. Bahkan aku menduga, terkadang kamu
rela menjilati kulitmu sendiri karena kagumnya.
Kalau kamu tak pernah kagum dengan dirimu, kamu tak akan sebegitu terobsesi dengan kesima dan pujian.
Kasihan. Sebetulnya kamu sedang membangun
penjara untuk dirimu sendiri. Penjara yang akan mengungkungmu dalam ruang
tak-pernah-berkecukupan akan pujian. Dan kamu juga sebetulnya sedang
meruntuhkan istana yang kamu miliki. Istana keikhlasan.
Sampai kapan kamu mau begitu?
“Pujian tidaklah akan memperdaya orang yang
mengenali hakikat dirinya sendiri” –Sufyan bin ‘Uyainah.
“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan
diriku daripada diriku sendiri. Dan aku lebih mengetahui keadaan diriku
daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang
mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku,
dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka.” –Abu Bakr As Siddiq.
[1] 15: 55
WIB, 10 Oktober 2013. Darus Solihin, Pogung Dalangan, YK.
TAGS :
COMMENTS