Bicara Jujur[1]

Kamu cuma perlu ruang dan waktu, untuk berbicara jujur empat mata dengan dirimu sendiri.

Semenjak kamu resmi jadi mahasiswa. Hidupmu jadi tak karuan. Jadwalmu berantakkan. Minuman berkafein sudah jadi konsumsi keseharianmu. Kantung matamu sudah mulai meremang. Lebih-lebih kalau sudah akhir-akhir semester. Agak sulit mendefinisikanmu itu berspesies apa –antara panda dan kalong.

Ada tiga kata yang jika layak ingin kamu salahkan: tugas, pekerjaan, dan deadline. Merekalah yang membuatmu begitu.

Tersebab kondisimu seperti itu. Kamu selalu minta pemakluman. Kamu bilang atas segala ajakan kebaikan yang tidak bertemakan perkuliahan: “Nanti, nanti ya... kalau sudah liburan”.

Dan sudah satu semester kamu terus ditekan oleh keadaan. Enam bulan. 24 Pekan. Dan akhirnya kamu  mendapat beberapa pekan yang dinamakan liburan. Akhirnya kamu dapatkan kebebasan. Dan kamu berfikir: “liburan ini betulan aku butuhkan.” Kamu merasa beberapa pekan liburan inilah waktu yang tepat untuk mencemerlangkan lagi matamu yang sudah memuram 24 pekan. Beberapa pekan inilah waktu yang tepat untuk kamu mencahar kafein dari lambungmu yang sudah menumpuk selama 24 pekan. Dan kamu lupa, dengan perkataan “nanti” atas segala ajakan yang pernah orang-orang sekelilingmu ucapkan.

Begitulah siklus hidupmu dalam beberapa semester. Lucu.

Kamu itu sudah dewasa. Sudah tak lagi butuh instruksi. Kamu sebenarnya tahu apa yang sejatinya kamu butuhkan. Tapi mungkin, yang kamu gak tahu cuma cara berbicara jujur dengan dirimu sendiri. Kamu butuh waktu. Juga ruang. Untuk kamu bisa berbicara empat mata dengan dirimu sendiri. Dengan jujur.

Kalau saja hidup itu abadi. Kalau saja hidup itu ada tombol “coba lagi”. Kalau saja masa yang telah dilewati bisa  didatangi lagi. Kamu tak akan dinilai lucu seperti itu  karena kamu masih punya waktu untuk mengulangi dan memperbaiki segala kekurangan. Tak akan ada penyesalan.

Tapi tidak. Hidup itu tak abadi. Hidup itu tak ada tombol “coba lagi”. Hidup itu tak bisa didatangi lagi. Dan hidup itu singkat. Terlalu singkat untuk kamu memenuhi segala ajakan kebaikan yang pernah kamu deteksi. Apalagi hanya untuk memenuhi berbagai hal yang dalam definisi yang kamu bangun sendiri, itu mengandung kebermanfaatan.

Jangan heran kalau kamu nanti menyesal sejadi-jadinya. Pompa air mata yang mungkun telah lama tak berfungsi, nanti akan berfungsi secara sendirinya. Dan kamu hanya bisa merengek-rengek di depanNya, tanpa kamu tahu rengekanmu itu apa akan dikabulkan olehNya.

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara : tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan....” (HR. ath-Thirmidzi no. 2416)


[1] Selepas Safar, 20: 39 WIB, 31 Agustus 2013. Wisma Darus Solihin, Pogung Dalangan, YK.