Renungan Ramadan
(1)[1]
Kiranya di bulan Ramadan ini kita
memang perlu untuk banyak merenung dan mengambil pelajaran, yang dengannya
–semoga– bisa memotivasi diri untuk tidak menyia-nyiakan berbagai keberkahan
yang Allah telah janjikan di dalamnya.
Renungilah berbagai nikmat yang
masih Allah berikan kepada kita di Ramadan ini, berupa kemudahan dan keamanan
dalam beribadah. Karena, betapa ada saudara kita di belahan bumi sana yang tak
Allah berikan nikmat yang sama.
Beruntung kita tinggal di negara
khatulistiwa, yang dengannya tak susah kita kemana-mana. Tidak seperti
saudara-saudara kita di padang gurun sana. Yang ada dehidrasi kemana pun
dibawa. Yang dengannya pula kita tak terlalu lama menunggu datangnya waktu
berbuka. Tidak seperti saudara-saudara kita di Rusia, atau di Eropa, yang
berpuasa bisa hingga 20 jam dalam seharinya.
Beruntung juga kita tinggal di
Indonesia yang meski tak sempurna, namun
kita masih bisa beribadah secara aman dan nyaman. Lihatlah saudara kita di
Mesir, betapa mereka tidak tenang dalam beribadah karena berbagai pergolakan
yang mendera. Lihat pula saudara kita di Palestina, betapa mereka tidak merasa
aman dari serangan dan makar orang-orang Yahudi. Atau saudara kita di Suria,
yang juga barang kali tak pernah merasa aman dari peluru dan bom-bom yang
dihamburkan oleh rezim syiah yang berkuasa. Atau juga, saudara kita di
rohingnya yang seringnya ditindas oleh kaum mayoritas di sana.
Beruntung pula kita di Indonesia
yang meski semiskin apa pun kita, masih bisa kita merasakan dan mengamalkan
sunnah puasa: berbuka dan sahur. Tidak seperti saudara-saudara kita di sebagian
negara Afrika yang tidak bisa berbuka dan bersahur. Tidak karena apa-apa, namun
karena tiada sejumput makanan pun yang bisa mereka makan.
Lihat dan sadarlah betapa Allah masih
berikan nikmat yang besar kepada kita. Apakah wajar kita tetap ingkar dan
berucap keluh dengan yang ada? Bermalas untuk melangkahkan kaki ke masjid dan
majelis-majelis ilmu, padahal Allah masih berikan rasa aman. Atau berucap keluh
dengan apa yang dihidangkan ketika berbuka atau sahur. Wajarkah?
Maka bersyukurlah kepada Allah
dengan hati dan lisan, atau juga dengan amal ketaatan yang semakin
ditingkatkan.
Dan semoga, tidak setelah
hilangnya nikmat-nikmat itu kita baru ingat untuk bersyukur.
Jangan juga lupa, doakan dan
bantu mereka yang tak bisa merasakan nikmat yang sama dengan kita, karena kita
saudara mereka.
COMMENTS