Mengapa Sulit?[1]

Aku bahagia sore ini, ketika awan hitam yang bergelayutan sejak tadi siang akhirnya hadirkan hujan. Meski aku berkesimpulan bahwa tak ada harapan bisa beraktifitas di luar sesuai yang direncanakan, aku bahagia bisa menyium semerbak aroma kerinduan tanah pada hujan.

Aku bahagia sore ini, ketika ku ambil cangkir, lalu ku masukkan kopi dan air panas. Sambil kuseruput, aku bisikkan pada kopi, “Aromamu tak kalah dari aroma dua makhluk yang saling merindu ini”.

Aku bahagia sore ini, ketika ku buka selembar kertas di laptopku lalu ku tulis deretan aksara, yang kadang bisa lebih jujur dari apa pun. Kalau tidak hujan, mungkin tak ada aksara yang terukir jadi kenangan.

Mengapa sulit bagi kita untuk bersyukur atas segala keadaan?




[1] Di Hujannya Jogja, 16:21 WIB, 22 Mei 2013.