Neraka dan Musim Gugur[1]

Dalam beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan penjelasan tentang neraka dengan musim gugur. Semisal dalam hadits:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِي سَبِيْلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا
“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka sejauh tujuh puluh musim gugur perjalanan.”[2]

Atau dalam hadits yang menjelaskan tentang dalamnya neraka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

هَذا حَجَرٌ رُمِيَ بِهِ فِي النّارِ مُنْذُ سَبْعِيْنَ خَرِيْفاً فَهُوَ يَهْوِي فِي النّارِ، اَلآنَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى قَعْرِها

“Itu adalah suara batu yang dilempar di dalam neraka sejak 70 musim gugur yang lalu, batu itu jatuh ke dalam neraka dan sekarang dia baru sampai di dasarnya.”[3]

Apa faidahnya Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan penjelasan tentang neraka dengan musim gugur. Kenapa tidak dengan musim panas, musim dingin, atau musim semi?

Disampaikan oleh Al Ustadz Aris Mundandar, Syaikh Husain bin ‘Audah Al ‘Awaisyah pernah menjelaskan tentang faidah hal tersebut. Beliau menjelaskan bahwa yang namanya musim gugur itu identik dengan daun yang berguguran dari pepohonan. Hal tersebut sama dengan keadaan penduduk neraka yang “digugurkan” ke dalam neraka. Orang jawa juga sering menyebut “Nyemplung Neroko”, karena memang penduduk neraka itu digugurkan/dicemplungkan. Semakin berat siksanya, maka semakin dalam nerakanya.

--
Note: Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdullah Al Basam Meskipun dalam teks asli hadits tersebut digunakan kata سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا (tujuh puluh musim gugur perjalanan), terjemahan yang tepat untuk kata tersebut adalah tujuh puluh tahun perjalanan. Penggunaan kata musim dalam hadits tersebut merupakan bentuk majas parsprototo dalam bahasa Arab.