Tembilahan, Resilient City[1]
Tadi malam, ada sebuah sms dari kakak ipar saya yang mengabarkan bahwa
kembali terjadi kebakaran di kota kelahiran saya, Tembilahan, Riau. Memang, sejak saya kecil
dan masih tinggal di kota ini kebakaran memang menjadi “urban shock”
langganan bagi kota kecil ini. Meskipun hanya tinggal sampai berumur 9 tahun, cukup sering
waktu itu saya melihat kebakaran besar. Kemarin ketika mudik lebaran juga
terjadi kebakaran yang konon menelan kerugian miliaran rupiah. Terakhir,
dikabarkan kebakaran menghanguskan 16 rumah dan memakan dua korban.
Kebetulan, saya sedang
asyik mengerjakan skripsi yang bercerita tentang upaya London menuju Resilient
City. Maka mendengar kabar dari
kakak ipar saya tadi, langsung terbesit pertanyaan di benak:
Gimana ya caranya meningkatkan ketahanan* Kota Tembilahan ini
terhadap kebakaran?
Lantas munculah ide-ide liar dan random secara tiba-tiba. :D
Ide-idenya untuk
meningkatkan ketahanan Kota Tembilahan ini terhadap kebakaran adalah:
1.
Kurangi Kerentanan (Vulnerability)
Setidaknya ada dua penyebab kota ini rentan terhadap kebakaran. Pertama
karena kepadatan bangunan, dan kedua karena konstruksi bangunan yang (sebagian)
masih tradisional yang masih banyak berbahan dasar kayu dan triplek. Untuk mengurangi kerentanaan
tentu harus mulai dipikirkan caranya mencegah atau bahkan memecah
kantong-kantong permukiman padat dan mulai pula menggunakan material bangunan
yang tidak gampang dilalap api.
2.
Perbaikan Emergency
Management
Selama saya tinggal di Tembilahan (sampai saya umur 9 tahun) beberapa
kali saya melihat kebakaran besar, namun seingat saya tidak pernah
saya melihat ada pemadam kebakaran, ambulan, dan polisi ketika kebarakan
terjadi (kurang tahu kondisi sekarang). Padahal, blue light services adalah elemen
kunci dari peningkatan ketahanan sebuah kota (lesson learnt dari London). Maka perlu ada perbaikan emergency management.
3.
Contingency Planning
Perlu dibuat semacam Contingency Plan terhadapkejadian
kebakaran. Isinya adalah skenario rencana penanganan gawat darurat kejadian
kabakaran, termasuk perencanaan berbagai aspek teknis terkait. Semisal, -karena
di kota ini banyak parit (red: sungai)- dan menyebabkan banyaknya jembatan-jembatan
pendek, maka jembatan yang dibangun harus dirancang kuat untuk mobil pemadam
kebakaran dan dirancang agar tidak menghambat lajunya pemadam kebakaran. Dan
juga perlu dilakukan pelebaran jalan-jalan ke kantong-kantong pemukiman padat,
yang nyatanya saat ini jalan-jalan itu cukup sempit untuk pemadam kebakaran.
4.
Pemanfaatan Socio Capital
Di London, pemerintah setempat telah menyiapkan mekanisme penampungan
sementara dan pemenuhan kebutuhan korban bencana jika bencana terjadi. Rencana
seperti ini mungkin belum perlu di Tembilahan. Masih adanya sistem kekeluargaan yang kuat, bisa
dimaksimalkan. Biasanya, yang mengcover berbagai kebutuhan korban
kebakaran pasca kejadian adalah karib kerabat yang bersangkutan.
5.
Peningkatan Public Awarness
Dampak ikutan dari kebakaran biasanya adalah Macet. Jika
tersebar kabar bahwa ada kebakaran di lokasi tertentu, maka pasti orang-orang
akan berbondong-bondong menuju ke sana. Tak lain, hanya untuk “menonton” yang
tak jarang hanya mengahambat proses evakuasi. Maka masyarakat perlu
disadarkan, “koe ki arep ngopo toh nonton kebakaran?” hehe
6.
Inovasi
Julukan Tembilahan adalah Kota Seribu Parit (meskipun disebut parit lebarnya lebih dari Kali
Code) karena kota fisiknya dibelah oleh banyak parit yang merupakan anak sungai dari Sungai
Indragiri. Nah, tentu sungai ini bisa dimanfaatkan oleh fire rescue, atau pun menciptakan fire system yang memanfaatkan sungai-sungai
yang ada.
7.
Community Preparedness
Katanya, dulu pernah ada ketika kebakaran yang pertama diselamatkan
oleh pemilik rumah adalah “tutup ember air”, hehe. Yah, itulah gambaran tentang
belum siapnya masyarakat dalam mengadapi kejadian kebakaran. Maka Perlu diberi
penyuluhan bagi masyarakat setempat, tentang what you need to do in an
emergency?
8.
Role of Spatial Planning
Nah, ini yang tak kalah penting, namun belum terfikirkan arahnya bagaimana..
:D
Demikiannlah, ide-ide liar
saya, yang sementara
tidak bisa ditindak lanjuti apa-apa.
Terakhir saya bawakan quote tentang definisi resilient city:
“Resilient cities are constructed to be strong and flexible rather
thanbrittle and fragile . . . their lifeline systems of roads, utilities
andother support facilities are designed to continue functioning inthe face of
rising water, high winds, shaking ground and terroristattacks”(Godschalk, 2003, p:137)
*kali ini resiliency saya terjemahkan dengan ketahanan. Bukan
ketangguhan, kelentingan, atau resiliensi.
COMMENTS