Itulah Ibu[1]
Hari berganti minggu, minggu
berganti bulan, dan bulan berganti tahun; silih berganti berlalu dalam
kehidupannya. Ia senantiasa membawa dirimu di hatinya, memandikanmu dengan
tangannya, ia jadikan haribaannya sebagai tempat tidurmu, di dadanya ada
makanan di masa bayimu, dan dia berbahagia melihat senyummu. Kegembiraannya
adalah membuatkan sesuatu untukmu, dan kebahagiannya adalah dengan
kegembiraanmu.
Dan semenjak engkau dilahirkan
sampai engkau mulai tumbuh besar tidak dibawakan kerumah makanan melainkan apa
yang cocok untukmu. Sekalipun tidak disukainya, ia membawakan apa yang
disukainya untukmu. Kemudian ia mendidikmu, memberikan manfaat untukmu, dan
menjauhkan madharat darimu. Kalau saja ia membiarkanmu di permukaan tanah niscaya
hewan akan memangsamu dan serangga akan menggigitmu.
Ia terus mencari keridhaanmu
hingga akalmu mulai tampak. Engkau
menangis dan ia membujukmu, menghilangkan kesedihan darimu. Upayanya untuk
menghibur dirimu dan menyejukkan matamu serta menghilangkan apa yang
menyesakkan dadamu sampai kepada batas yang tidak mungkin engkau dapat membalaskan
jasa yang telah diberikan padamu selama-lamanya. Bagaimana tidak, karena ia
telah berbuat demi ketenangan dan kelapangan dadamu, sepanjang siang dan malam.
Ia bagai pembantumu, bekerja untukmu, dan mendo’akan kebaikan untukmu.
Ia menanti hari engkau menjadi
seorang pemuda, hari pertemuanmu, hari kedewasaanmu, dan hari pernikahanmu.
Maka, ia gembira dengan pernikahanmu sementara hatinya tercabik-cabik kesedihan
karena berpisah denganmu. [*]
Itulah Ibu...
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah,
dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (Al Ahqaaf: 15)
[*] Dikutip dari Buah Karya Abu
Zubeir Hawary, “Wahai Ibu, Maafkan Anakmu”, p: 4-5.
COMMENTS