Studi Kasus Communicative Planning[1]


Berbagai pendekatan yang ada di dalam dunia perencanaan tentu memiliki kelemahan masing-masing. Sebagai respon atas kesadaran adanya kelemahan itu, biasanya akan muncul pendekatan baru yang berusaha memperbaiki pendekatan sebelumnya. Tak terkecuali pendekatan perencanaan tradisional. Perencanaan tradisional, yang sangat mengandalkan rasionalitas, dianggap memiliki beberapa kekurangan seperti ketika menghadapi kasus-kasus tertentu yang memiliki karakteristik yang baru dan khusus. Di antara contoh kasus yang perencanaan tradisional dianggap tidak mampu memberikan solusinya adalah kasus dimana terdapat kompleksitas masalah yang tinggi dan terdapat hubungan dengan faktor-faktor yang berada di luar ranah penataan ruang biasanya. Dalam kasus ini pengetahuan dan pendapat dari individu atau pun kelompok yang berada diluar adminitstratif kota sangat diperlukan untuk menangani masalah yang sangat kompleks tersebut.

Dalam menghadapi masalah seperti kasus di atas, karena pendekatan perencanaan tradisional dianggap tidak mampu dalam memberikan solusi, maka muncul pendekatan baru. Pendekatan baru tersebut menekankan pada partisipasi dan dialog dalam proses membangun pengetahuan dan untuk membangun modal sosial dan modal politik di antara partisipan. Tantangannya tidak hanya untuk mencapai konsensus politik, tetapi juga bagaimana mengikutsertakan berbagai stakeholder di luar pemerintah, membuat pengetahuan dan nilai-nilai tertentu dalam bahasa yang dapat dipahami oleh berbagai partisipan yang tentu berasal dari budaya kerja dan budaya politik yang berbeda. Pendekatan seperti inilah yang sering disebut sebagai Perencanaan Komunikatif (Communicative Planning).

Di lapangan, perencanaan komunikatif sudah mulai ramai diterapkan. Salah satu bentuk terapan dari perencanaan komunikatif adalah munculnya pendekatan Strategic Choice (Strategic Choice Approach) di beberapa lokasi di dunia. Pendekaktaan Strategic Choice adalah hasil dari beberapa proyek penelitian jangka panjang tentang bagaimana proses perumusan masalah dan pengambilan keputusan harusnya dilakukan dalam konteks permasalahan yang sangat kompleks. Ciri utama dari pendekatan ini adalah analisis yang dilakukan secara inkrimental dan adanya manajemen kompleksitas di dalam proses perumusan masalah. Pendekatan ini terus-menerus disempurnakan melalui penerapannya dalam konteks yang berbeda.

Diantara contoh kasus yang telah menggunakan pendekaktaan strategic choice adalah kasus ketidakadilan pasar perumahan (imbalances in a local housing market) yang terjadi di salah satu kota di Swedia yang melibatkan sekitar 20.000 orang penduduk setempat. Kota ini memiliki permasalahan yang cukup berat yaitu pasar perumahan yang tidak seimbang dan semakin bertambahnya jumlah apartemen yang tidak ditinggali. Penurunan jumlah lapangan pekerjaaan, pengurangan jumlah populasi, dan meningkatnya konstruksi bangunan rumah pribadi juga merupakan serangkaian masalah terkait di kota ini. Banyaknya apartemen yang tidak ditinggali menyebabkan terjadinya permasalahan sosial dan menyebabkan meningkatkan segregasi pada kawasan permukiman. Meskipun berbagai upaya untuk memecahkan masalah ini telah dilakukan, ketidakseimbangan di pasar perumahan tetap tidak dapat dicegah. Melalui sebuah studi diketahui bahwa diantara penyebab terjadinya permasalah di atas adalah perencanaan yang dilakukan selama ini untuk penyediaan perumahan hanya menggunakan pendekatan sektoral yang sempit dan hanya didasarkan pada tradisi/kebiasaan normatif yang hanya mempertimbangkan faktor-faktor pasti tertentu tanpa ada upaya mengungkap faktor-faktor ketidakpastian lain yang berhubungan. Sebagai dampakanya, pemerintah setempat menjadi pihak yang pertama kali disalahkan oleh berbagai pihak.

Keadaan dan permasalahan di kota ini adalah sebuah ilustrasi untuk perencanaan tradisional yang pada tahap tertentu tidak dapat lagi mengembangkan strategi efektif ketika ketidakpastian menjadi faktor yang sangat perlu dipertimbangkan. Tiap departemen dari pemerintah sebenarnya memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang ada, tapi tidak  ada satu pun yang mampu memberikan solusi yang tepat untuk berbagai permasalahan di atas karena sudah terbiasa dengan pendekatan normatif yang mempertimbangkan faktor-faktor pasti saja. Sampai pada suatu ketika di kota ini diadakan workshop yang dipimpin oleh Allen Hickling dalam rangka memperkenalkan pendekatan “Strategic Choice” dalam upaya pemecahan masalah yang ada.

Allen Hickling, sebagai salah satu penemu pendekatan strategic choice dan penulis makalah yang menjadi rujukan tulisan ini mengajarkan proses pengambilan keputusan yang interaktif dalam workshop tersebut. Pendekatan strategic choice digunakan sebagai alat untuk mengelola proses komunikatif antara politisi, administrator, perencana, dan stakeholder lain dari luar pemerintahan dalam upaya untuk mengatasi masalah pasar perumahan.

Pada hari pertama dari tiga hari workshop yang diadakan, diskusi terjadi alot membahas berbagai permasalahan yang berkaitan dengan apartemen yang tidak ditinggali dan permasalahan terkait dengan perencanaan kota secara umum. Sebagian besar diskusi berlangsung dengan bantuan representasi grafis pada kertas besar yang ditempel pada dinding ruang rapat. Mayoritas peserta menjadi sadar akan fakta bahwa sebagian besar pandangan dan ketidakpastian yang mereka utarakan ternyata saling terkait. Dengan bantuan teknik grafis pada kertas tersebut peserta bisa bekerja dengan baik pada proses perumusan masalah dan kemudian mereka mampu mengenali dengan baik keterkaitan antara berbagai macam pengambilan keputusan dari berbagai macam perspektif dengan bantuan grafik tersebut. Setiap siklus pengambilan keputusan dari hasil diskusi berakhir dengan komitmen untuk menguraikan apa yang telah diputuskan dan apa yang harus dan bisa dilakukan di kemudian hari jika kondisi tertentu muncul.

Diskusi di atas merupakan bentuk interaksi informal yang merupakan cara baru yang bisa menghasilkan semangat kerja sama antara para peserta dari berbagai departemen pemerintahan dan organisasi terkait. Setelah workshop tersebut selesai, sebuah forum baru didirikan untuk menyelesaikan berbagai proses yang selama ini masih menemui jalan buntu. Forum tersebut bahkan lebih kompleks dengan beranggotakan perwakilan dari partai politik, beberapa politisi dan pejabat setempat, dan  stakeholder lainnya yang bertanggung jawab untuk perumahan dan perencanaan kota.

Seluruh diskusi dalam forum tersebut difasilitasi oleh seorang pemimpin yang berasal dari pemerintah kota. Sebuah tempat pertemuan dan kantor bagi seorang pemimpin fasilitasi tadi didirikan di daerah perumahan yang paling bermasalah agar memungkinkan berinteraksi langsung dengan penduduk.

Setelah berjalan selama lima tahun, orang-orang yang terlibat dalam forum diskusi tadi mulai meninggalkan kota karena berbagai permasalahan kota sebagaimana disebutkan di awal mulai teratasi. Akan tetapi, meskipun sudah  ditinggal oleh orang-orang yang terlibat aktif, ternyata cara perumusan masalah dan pengambilan keputusan partisipatif tersebut telah membekas pada masyarakat dan penduduk setempat. Cara tersebut tetap digunakan oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam merumuskan masalah dan pengambilan keputusan berbagai permasalahan lain, tak hanya terkait isu perumahan.

[1]Contoh kasusnya dikutip dari artikel berjudul “A Methodology For Communicative Planning: Two applications of the Strategic Choice Approach”diakses di: http:// www.greenstructureplanning.eu/ MAPweb/Goteb/got-stromb.htm pada 11 Maret 2012. – Bahan tugas paper Proses Perencanaan Magister Perencanaan Kota dan Daerah