Esensi
Sejarah1
Sesuatu tiba-tiba mengisi
relung hatiku yang paling dalam saat memandang matahari yang semakin
memejamkan sinarnya. Matahari yang kulihat hari itu adalah matahari
yang sama sejak awal kehidupan alam semesta ini. Matahari yang sama
yang menyaksikan semua pertikaian, ketegangan, hingga pertempuran
antarmanusia dari berbagai zaman. Namun, dia jugalah yang matahari
yang menyaksikan bagaimana Cordoba dan Andalusia selama beberapa abad
telah menorehkan tinta emas peradaban manusia. Dan dia jugalah
matahari yang masih akan menyaksikan apa yang akan terjadi seribu
atau dua ribu tahun mendatang.
Aku melambaikan tanganku
pada sumber cahaya bumi itu, melambaikan tangan dengan harapan bahwa
esok dan seterusnya dia akan menyingsing dan menyaksikan kehidupan
manusia yang lebih baik.
Perjalananku di Andalusia
telah membawaku pada sebuah pertanyaan pada masa lalu. Pertanyaan
sama yang dulu ditanyakan guruku, Pak Djam’an, saat SMA dulu.
Apa yang muncul
dipikiranmu ketika seseorang mengatakan Andalusia?
Yang tersisa dalam memori
tentang Andalusia adalah kekalahan, penaklukan, penghinaan, dan
pengusiran, perebutan kehormatan, kebiadaban-semua merangkum
malapetaka sejarah yang takkan terlupakan. Tak tersisa sedikit
ruangpun untuk memori indah.
Apa yang telah dilakukan
nenek-nenek moyang negeri ini, yang bahu-membahu melahirkan manfaat
dalam berbagai bidang dengan semangat toleransi, kebersamaan, cinta,
dan kasih sayang, sirna begitu saja. Tergilas oleh perasaan sakit
yang senantiasa dirayakan di muka bumi ini, hingga melupakan semua
kontribusi kebaikan yang pernah ditinggalkan.
Aku hanya bisa berharap
memori yang menyakitkan itu tak usah dipupuk agar lebih subur. Aku
tahu hal ini membutuhkan jiwa besar yang luar biasa. Sejurus aku
ingat bahwa hati manusia yang sakit seperti tembok yang dilubangi
paku. Hati dan perasaan kita marah, lalu naik darah.
Meski paku dicabut,
sayatannya terus membekas.
Namun aku tetap yakin,
sayatannya itu hanya layak diingat sebentar, untuk kemudian
menyadarkan kita bahwa semua itulah yang membuat semua harmoni
hancur. Aku semakin yakin, esensi sejarah bukanlah hanya siapa
yang menang dan siapa yang kalah. Lebih dari itu: siapa yang lebih
cepat belajar dari kemenangan dan kekalahan.
1
Dikutip dari Novel 99 Cahaya di Langit Eropa halaman 308-310, karya
Hanum Salsabiela Rais, pada 19:07 WIB 19 Februari 2012, di Kota
yang juga punya sejarah panjang, Yogyakarta.
COMMENTS