Creative Class Strategy: Alternativ
Solusi Jangka Panjang
Permasalahan Lingkungan di Jakarta
Oleh: Muhammad Rezki Hr
Magister
Perencanaan Kota dan Daerah-Universitas Gadjah Mada
Pendahuluan
Dua
buah artikel yang dipublikasikan di Kompas pada 6 & 7 Desember 2011
mengenai Ancaman Rob di Jakarta Utara merupakan indikasi mulainya terjadi ecological
failure di Jakarta. Tanpa adanya penanganan jangka pendek dan jangka
panjang yang serius, bukan tidak mungkin ecological failure akan terjadi
secara utuh di Jakarta. Sebagaimana dikatakan dalam artikel 6 Desember 2011,
penurunan tanah di Jakarta Utara mencapai 18 sentimeter per tahun sementara
pasang air laut terus meninggi 0,5-1 sentimeter per tahun. Sebagai bagian dari
proses kompaksi aluvial, penurunan permukaan tanah ini diperkirakan akan terus
berlangsung sampai tahun 2100. Dalam jangka pendek memang fenomena ini hanya akan
mengancam Jakarta bagian Utara saja. Namun demikian, di Jakarta Utara terdapat
berbagai obyek vital yang apabila obyek vital ini terkena dampak Rob maka
seluruh warga Jakarta juga akan mendapat dampak negatif. Adapun dalam jangka
panjang, tentu penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut tidak hanya
mengancam Jakarta bagian Utara saja, akan tetapi juga akan mengancam wilayah
yang lebih jauh ke bagian selatan.
Ancaman
ecological failure semakin besar ketika melihat kondisi sungai, air
tanah, dan udara di Jakarta. Seluruh sungai yang ada di Jakarta terus mengalami
penurunan kualitas sehingga hampir pada setiap
tahunnya meluap. Sementara cadangan air tanah semakin menipis karena tidak
terkendalinya proses pengambilan air tanah yang dilakukan oleh berbagai pihak
di Jakarta. Adapun kondisi udara, Jakarta baru saja dinobatkan oleh UNEP sebagai
kota dengan polusi tertinggi ketiga di dunia[1].
Berbagai
gejala yang mengindikasikan telah mulainya ecoligical failure di Jakarta
bisa dipastikan merupakan di antara dampak tekanan yang sangat besar dari
aktifitas sosial-ekonomi yang ada di Jakarta. Dalam kasus ancaman rob di
Jakarta Utara, penurunan tanah tentu bukan gejala alamiah semata, namun juga
merupakan dampak tekanan dari aktifitas sosial-ekonomi yang besar yang ada di
Jakarta. Setidaknya hubungan antara aktifitas sosial-ekonomi dengan penurunan
kualitas lingkungan di Jakarta bisa dijelaskan dengan tiga hal :
Pertama,
selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga berstatus sebagai pusat
perekonomian nasional. Para pelaku ekonomi yang beraktifitas pada sektor ekonomi
dengan intensitas yang sangat tinggi tentu menuntut pelayanan kota yang tinggi
pula. Diantara bentuk pelayanan tersebut adalah infrastruktur. Tak heran jika
di Jakarta dibangun berbagai mega-infrastruktur seperti gedung-gedung pencakar
langit, flyover, bandara, stasiun, terminal, dan sebagainya dalam rangka
memenuhi tuntutan tersebut. Mega-infrastrukur inilah yang berkontribusi secara
konsisten di dalam penurunan permukaan tanah di Jakarta.
Kedua,
arus kedatangan penduduk yang tak kunjung berhenti dari luar Jakarta menuju
Jakarta menyebabkan kepadatan penduduk yang sangat tinggi, sementara ketersedian
lahan perkotaan sangat terbatas. Kondisi ini diperparah dengan kondisi SDM para
migran yang rendah sehingga menyebabkan mereka tidak terserap ke dunia kerja
dan terjadilah peningkatan pengangguran. Dua kondisi ini tak ayal menyebabkan
lahan-lahan informal dimanfaatkan untuk permukiman karena mereka tidak memiliki
akses dan kemampuan untuk mendapatkan lahan secara formal. Akibatnya
bermunculanlah berbagai permukiman kumuh secara sporadis di Jakarta. Permukiman
kumuh ini secara sequence menyebabkan berbagai fungsi lingkungan alamiah
rusak. Berbagai ruang terbuka hijau yang sedianya adalah area resapan menjadi
hilang. Sungai yang sedianya adalah sub-sistem hidrologi Jakarta menjadi tak
berfungsi karena sumbatan sampah rumah tangga.
Ketiga,
aktivitas industri yang masih besar di Jakarta juga berkontribusi banyak terhadap
pencemaran lingkungan Jakarta, yang pada akhirnya merusakan sistem lingkungan
alamiah yang ada. Tak jarang sungai menjadi tempat pembuangan limbah Industri
dari pabrik-pabrik.
Dari
penjelasan tersebut, maka jelas, untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya ecoligical
failure lebih lanjut di Jakarta, maka dibutuhkan rencana penangan jangka
panjang yang sifatnya fisik dan non-fisik. Rencana fisik yaitu berupa rekayasa
lingkungan terbangun dan pembangunan infrastruktur untuk pengurangan dan
penanggulangan dampak. Contohnya adalah yang sebagaimana telah direnacanakan Pemerintah
Provinsi DKI untuk membangun Giant Sea Wall. Adapun rencana non-fisik
yaitu rencana yang dibuat dalam rangka mengurangi tekanan dari aktifitas
sosial-ekonomi yang ada di Jakarta terhadap lingkungan. Tentunya pembangunan Giant
Sea Wall tidak akan berrmanfaat untuk waktu yang lama jika tidak diiringi
dengan pengurangan tekanan dari aktifitas sosial-eoomi terhadap lingkungan. Pada
bagian berikut akan dibahas mengenai rencana pengurangan tekanan aktifitas
sosial-ekonomi dengan menggunakan creative class strategy.
Creative
Class Strategy
Memang
kebanyakan creative class strategy digunakan oleh banyak kota dunia
untuk mengatasi permasalah ekonomi kota dalam tatangan era globalisasi.
Strategi inilah yang menjadi promotor utama ekonomi kreatif, yang sering
disebut sebagai gelombang ekonomi keempat setelah era ekonomi informasi. Namun,
jika melihat dari keberhasilan Barcelona menerapkan creative class strategy
untuk mengatasi berbagai permasalahan kotanya yang terjadi pada masa
post-industrial (sebagai mana ditunjukkan oleh Rota, 2005) bukan tidak mungkin
selain pada permasalahan ekonomi, strategi ini juga bisa dimanfaatkan untuk
mengatasi permasalahan lingkungan-sosial. Pada masa post-industrial banyak
permalasahan sosial lingkungan yang dihadapi Barcelona, mulai dari pengangguran,
polusi, kriminalitas, pencemaran air, dan sebagainya. Kota kehilangan
kenyamanannya, terutama public open space. Namun, keberhasilan
pemerintah kota mendatangkan creative class ke kota membuat satu per satu
permasalahan perkotaan yang ada bisa teratasi.
Di
Barcelona, pemerintah kota terlebih dahulu menetapkan visi kota sebagai “kota
kreatif” kemudian barulah creative class berdatangan atau pun
didatangkan untuk memenuhi kota. Namun, dibanyak kota di dunia, terutama di
Amerika Serikat, sebagaimana dijelaskan oleh Florida (2005) creative class
sudah ada terlebih dahulu kemudian baru label “kota kreatif” dilekatkan pada
kota-kota tersebut setelah mendapat dukungan dari pemerintah berupa penyediaan
infrastruktur pendukung, ruang terbuka-kreatif, dan sebagainya. Hal ini
menunjukkan bahwa ada dua cara untuk mewujudkan kota kreatif.
Cara
pertama adalah pemerintah kota membuat komitmen untuk menjadikan kotanya
sebagai kota kreatif, sementara kota tersebut belum memiliki creative class.
Maka berbagai kebijakan yang diambil adalah bagaimana caranya mendatangkan atau
menciptakan creative class di kawasan kota. Cara kedua, kota telah
memiliki creative class, namun kota tersebut belum dilabeli sebagai kota
kreatif karena belum memanfaatkan potensi creative class yang ada dengan
menyediakan berbagai fasilitas pendukung. Hal ini sangat logis, karena pada
kenyataannya bahwa kota dan penduduknya saling berinteraksi dengan dinamis. Di
satu sisi kota menjadi muara bagi imajinasi dan dunia kreatif, sedangkan di
sisi lain, kota mempunyai kekuatan untuk mendorong, menggerakkan, memusatkan
dan menyalurkan energi kreatif itu. Dalam proses interaksi itu kota mampu
mengubah energi kreatif menjadi inovasi-inovasi yang melingkupi ranah teknis
maupun ranah artistik kultural. (Siagian, 2011)
Adapun
strategi yang bisa digunakan untuk Jakarta, dengan mempertimbangkan kondisi
Jakarta sekarang, adalah cara pertama. Yaitu membuat komitmen untuk menjadikan
kota sebagai kota kreatif dan menciptakan creative class. Memang Jakarta
adalah pusat entertainment di Indonesia. Ribuan artis, musisi, seniman,
dan lain-lain berada di Jakarta. Namun jumlah itu sangat sedikit jika
dibandingkan dengan non-creative class. Ditambah dengan kebanyakan
mereka yang sangat rentan dengan permasalahan perkotaan seperti masalah
lingkungan adalah non-creative class.
Siapa itu creative class? Dan apa
itu kota kreatif?
Florida
(2005) menyebut creative class sebagai pekerja yang mampu membuat hasil
karya baru yang penuh arti. Fungsi ekonomi mereka menghasilkan ide-ide baru,
teknologi baru, atau konten kreatif. Pemerintah
dalam Depdagri (2008) telah menetapkan bahwa creative class adalah
mereka yang bergerak dalam 14 subsektor, yaitu subsektor periklanan,
arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video, film dan
fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan
percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, dan riset
dan pengembangan.
Kota
kreatif adalah kota yang didalamnya masyarakatnya mengartikulasikan kehidupan
sehari-hari mereka dengan bersumber dari ide-ide kreatif. Dalam bukunya “The
Rise of Creative Class”, Richard Florida mengatakan dalam kota-kota kreatif
yang harus dikembangkan bukan sekedar iklim bisnisnya namun juga “iklim
orang-orangnya”. Artinya kota kreatif adalah kota dimana di dalamnya dibangun
atau tidak sengaja terbangun berbagai infrastruktur, fasilitas, ruang,
lingkungan, dan atmosfer yang mendukung iklim kreatif dari penduduknya.
(Fakhryrozi, 2011)
Bagaimana creative class strategy
bisa mengurangi tekanan aktifitas sosial-ekonomi di Jakarta?
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, salah sata solusi untuk permasalahan lingkungan di
Jakarta, termasuk kasus ancaman rob, adalah dengan mengurangi tekanan aktifitas
sosial-ekonomi di Jakarta. Tekananan aktifitas sosial-ekonomi tersebut
bisa dikurangi dengan mendorong
munculnya creative class.
Belajar
dari pengalaman Barcelona, Rota (2005) mengatakan:
“Cities
that were attractive to the creative class would thrive”(Rota,
2005: 45)
Berkembang
(thrive) sebagaimana dikatakan oleh Rota tentu tidak hanya dari segi
perekonomian, tetapi mencakup seluruh aspek perkotaan, termasuk lingkungan.
Dari
sudut pandang sosial, creative class akan lebih mandiri dan kreatif
dalam menghadapi berbagai permasalahan sosial perkotaan. Dalam mengahadapi
permasalahan-permasalahan tersebut mereka lebih cendrung memiliki ide-ide dan
gagasan kreatif sebagai solusi untuk menghadapinya. Gagasan ini adalah modal
penting dalam menciptakan kemandirian komunitas. Selain itu, sebagaimana
dijelaskan Florida (2005) creative class dalam kesehariannya lebih
memilih untuk beraktifitas pada lingkungan yang nyaman. Hal ini jelas akan
berimplikasi pada adanya kesadaran yang besar pada komunitas untuk menjaga
lingkungan.
Lebih
lanjut Florida (2005) juga menjelaskan keterkaitan antara creative class dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mengembangkan dan
mendapatkan kreatifitas, creative class cendrung untuk selalu
meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi mereka. Inovasi adalah harga mati
agar kretifitas tetap ada. Dalam sudut pandang lingkungan, inovasi seperti ini -terkhusus
teknologi-, sangat penting dalam menghadapi berbagai permasalahan lingkungan.
Adapun
dari sudut pandang ekonomi, jelas bahwa creative class akan menghasilkan
aktifitas ekonomi dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan. Aktifitas ekonomi
dari creative class ini sering disebut dengan ekonomi kreatif. Di berbagai
tempat di dunia, termasuk Indonesia, ekonomi kreatif menjadi suatu lapangan
pekerjaan yang menjajikan. Hal tersebut bisa dilihat dari tingkat serapan
tenaga kerja dari sektor ekonomi kreatif dan pendapatan per kapita pelaku yang
bergerak pada sektor ini. Di Indonesia saja, secara nasional sektor ekonomi
kreatif telah berhasil menyerap tenaga
kerja sebesar 5,4 juta orang dengan tingkat partsipasi 5,8%. Nilai ekspor dari
sektor ini mencapai 81,4 Triliun Rupiah dan berkontribusi sebesar 9,13%
terhadap total nilai ekspor nasional. Ekonomi kreatif mampu berkontribusi
sebesar 6,3% dari GDP Nasional, yaitu sebesar 104,73 Triliun Rupiah.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa sektor ini sangat potensial untuk mengurangi
kemiskinan di perkotaan yang merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan
perkotaan. Kemiskinan diperkotaan sering kali menjadi momok yang bisa merusak
tatanan sistem lingkungan alamiah diperkotaan.
Selain
itu, arah pengembangan ekonomi kreatif secara otomatis akan menuju pola
industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang
berasal dari intelektualitas sumber daya insani, dimana intelektualitas sumber
daya insani merupakan sumber daya yang terbarukan. Ekonomi kreatif tidak lagi
bergantung pada sumber daya yang tidak terbarukan, tidak ekspoiltatif, dan
kecendrungannya lebih memilih lokasi perekonomian pada lingkungan yang nyaman.
Ringkasnya,
belajar dari pengalaman Barcelona yang ditunjukkan oleh Rota (2005), dan sebagaimana
pula dikatakan di dalam Depdagri (2008), keberadaan creative class akan
meningkatkan kesadaran sosial dan menguatkan modal sosial dari komunitas, yang
kedua hal tersebut merupakan modal utama untuk perbaikan lingkungan di Jakarta.
Keberhasilan
creative class strategy tidak hanya terjadi di Barcelona saja. Hal lain
yang mengindikasikan adanya hubungan antara creative class dengan
permasalahan lingkungan adalah apa yang terjadi di Belanda dan Singapura.
Belanda dan Singapura adalah negara yang terkenal sangat berhasil dengan
kebijakan-kebijakan penataan lingkungan mereka. Diantara keberhasilan yang
menjadi perhatian dunia adalah keberhasilan reklamasi pantai mereka
(sebagaimana disampaikan dalam artikel Kompas, 7 Desember 2011). Dalam hasil
survey yang dilakukan oleh The Martin Prosperity Institute (MPI), Belanda dan Singapura
adalah negara peringkat pertama dan kedua dengan jumlah creative class
terbesar di dunia[2]. Baik
secara langsung atau pun tidak langsung, keberadaan creative class dan
keberhasilan penataan lingkungan ini tentu berhubungan.
Bagaimana
menciptakan creative class di Jakarta?
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat Jakarta
saat ini, creative class strategy yang relevan untuk
Jakarta adalah dengan menetapkan komitmen untuk menjadi kota yang kreatif. Kota
kreatif haruslah menjadi salah satu di antara visi pengembangan kota dan
seluruh komponen lembaga kota haruslah memiliki komitmen dengan konsep kota
kreatif. Setelah komitmen itu ada, barulah pemerintah kota/provinsi menyusun
berbagai strategi untuk mewujudkan atmosfer dan lingkugan kreatif di Jakarta.
Ruang-ruang kreatif, yaitu ruang-ruang untuk mengekspresikan diri secara bebas,
perlu diciptakan secara konsisten. Dengan adanya atmosfer, lingkungan, dan
ruang kreatif, non-creative class akan terdorong untuk menjadi creative
class dan creative class yang telah ada (meskipun dalam jumlah
kecil) akan menjadi pemantik munculnya creative class lainnya. Berikut
dijelaskan secara ringkas mengenai langkah praktis yang bisa dilakukan untuk
menciptakan creative class di Jakarta.
Pendidikan kreatifitas
Untuk
menciptakan creative class, mindset kreatif haruslah ditanamkan
juga melalui bangku pendidikan. Perlu dibuat kurikulum khusus untuk menunjang
pengembangan kreatifitas sejak dini. Atau, pendidikan juga bisa disampaikan
melalui berbagai program pelatihan dan seminar.
Pengadaan
event kreatif
Pengadaan
event kreatif sangat diperlukan untuk mendorong munculnya kreatifitas. Event
tersebut bisa berupa sayembara desain arsitektur, desain produk, film animasi,
pameran industri kreatif, dan lain sebagainya.
Revitalisasi
ruang publik
Ruang
publik pada hakikatnya adalah ruang yang sangat tepat bagi penduduk kota untuk
mengekspresikan diri mereka secara bebas yang hal tersebut bisa mendorong munculnya
kreatifitas.
Infrastruktur
pendukung
Inftastruktur
pendukung yang bisa memacu munculnya kreatifitas seperti membangun pusat
kebudayaan atau pusat kreatfitas, pembuatan portal industri kreatif, dan lain
sebagainya.
Penghargaan kreatifitas
Berbagai
pemangku kepentingan haruslah lebih sensitif akan hasil kreatifitas.
Hasil-hasil kreatifitas dari creative class perlu diapresiasi
agar memicu kreatifitas lainnya.
Sosialiasasi dan publikasi
Sosialisasi
pentingnya ekonomi kreatif atau industri kreatif kepada masyarakat sangat
penting, baik dilakukan media cetak, elektronik, atau melalui media dan forum
lainnya. Selain itu keberadaan program dan fasilitas pendukung kreatifitas juga
perlu disosialisasikan secara konsisten.
Sinergi antar stakeholders
Sinergi
antara pemerintah pusat sampai kota, para pelaku ekonomi, kalangan akademisi,
serta berbagai pihak terkait lainnya seperti seniman, budayawan dan lain-lain
juga merupakan hal yang sangat urgen dalam mewujudkan kota kreatif.
Pemihakan
pembiayaan
Yang
tak kalah penting adalah pemihakan pembiayaan. Tanpa ada pemihakan pembiayaan tentu
berbagai program dan sarana pendukung kreatifitas tak akan menjadi kenyataan.
Perencanaan
Perlu
ada perencanaan yang komprehensif untuk mewujudkan kota kreatif dan menciptakan
creative class yang perlu dituangkan ke dalam masterplan untuk
dijadikan acuan stakeholders terkait.
Penutup
Itulah sedikit penjabaran bagaimana creative class
strategy bisa menjadi solusi alternatif untuk permasalahan lingkungan,
termasuk kasus rob, di Jakarta. Sebenarnya hasil yang akan didapat dari creative
class strategy terkait isu lingkungan hanyalah dampak
sampingan dari strategi ini, bukan hasil utama. Dampak utamanya tentu jauh
lebih menguntungkan, yaitu terciptanya ekonomi kreatif di Jakarta. Ekonomi
kreatif di banyak kota di Amerika terbukti telah menjadi solusi yang sangat
baik untuk menghadapi era globalisasi, sehingga kota-kota bisa bertahan dan
tidak ‘dirugikan’ dalam pertarungan global.
Referensi
Rota,
Miguel Barceló. 2005. ‘22@Barcelona : a New District for The Creative Economy’.
The Urban and
Regional Planning Reader, 390-399.
Florida,
Richard. 2005. Cities and The Creative Class. New York. Routledge.
Siagian.
Rizaldi. 2011. “Medan kota kreatif: Mimpikah?”. Artikel www.waspada. co.id
diakses pada 23 Desember 2011
Fakhryrozi
, Muhammad. 2011. “Kota Kreatif : Atraktif, Kaya dan Berdaya Saing” diakses di
http://fahrirozy.wordpress.com/2011/09/19/kota-kreatif-atraktifkaya-dan-berdaya-saing/
pada 23 Desember 2011.
Departemen
Perdagangan RI (Depdagri). 2008. Blue Prin Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia 2025.
[1].
www.lintasberita.com/nasional/politik/udara_jakarta_terkotor_ke-3_di_dunia.
Diakses pada 2 Januari 2012.
2. Gambar di atas merupakan 14 subsektor ekonomi
kreatif. Sumber: http://arifh.blogdetik.com/
[2]
http://balicreativefestival.com/category/news/Kelas_Kreatif_Bersatulah diakses
23 Desember 2011
Disusun oleh Muhammad Rezki Hr sebagai syarat menyelesaikan mata kuliah Teori Perencanaan Advance-Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (take home exam). Januari 2012.
COMMENTS