Berawal dari tawar menawar di Bandara

Sopir Taksi (ST) : “Taksi mas? Kemana mas?”

Saya : “Pogung, 40 ribu ya?”

ST : “Wah jangan mas, 45 ribu bisa”

Saya : “Oh, ya, saya cari yang lain saja”

ST :  “Oh, ya sudah mas ndak papa mas 40 ribu”

Di dalam taksi, ketika taksi melaju di Ring Road Utara, sekitar UPN

ST : “Biasanya ke Pogung emang 40 ribu ya mas?”

Saya : “Loh? Baru toh mas?”

ST : “Iya mas, saya baru hari ini jadi sopir taksi”

Saya : “eh.. iya mas, biasa emang 40 ribu” (dalam hati : tau gini tak tawar 20 ribu tadi)

ST : “Masnya asli mana mas?”

Saya : “Riau mas”

ST : “Di Jogja punya pacar?”

Saya : “Wah..saya ndak pacaran mas”

ST : “Oh ya... nanti langsung nikah ya mas?”

Saya : “Iya mas...”

ST : “Nanti kalo cari istri orang Jogja aja mas”

Saya : “Kenapa Mas?”

ST : “Ceweknya manut-manut, ga banyak mintanya, terus ulet lagi..”

Saya : “Oh ya?”

Waktu itu, di dalam taksi itu juga, saya mencoba memikirkannya, apa benar demikian?

Dan sekarang saya jadi teringat dengan percakapan yang sudah terjadi kira-kira 2 tahun lalu itu, dengan masih mencoba memikirkan, apa benar demikian? Yah, mungkin ada benarnya.

*redaksi kalimat aslinya mungkin berbeda karena lupa.