Jadwal
ma’had hari itu adalah akidah, pelajaran yang diampu oleh beliau Al Ustadz
Afifi Abdul Wadud. Meski para santri belum ada separuhnya yang datang, ustadz
dengan suaranya yang lembut tetap memulai pelajaran maghrib itu. Setelah ustadz
membuka pelajaran dengan tahmid kepada Allah dan solawat kepada Nabi dan mulai
menyampaikan materi, peserta mulai bertambah satu per satu. Entah itu santri,
atau pun non santri, karena memang pelajaran ini juga dibuka untuk umum.
Yang
menarik perhatianku maghrib itu adalah hadirnya beberapa orang anak SMA yang
masih lengkap dengan atribut sekolahnya. Celana abu-abu, kemeja putih yang
dimasukkan ke dalam celana, lengkap dengan tas ransel yang terlihat sangat
penuh. Begitu duduk, mereka bersegara mengeluarkan binder dari ransel mereka,
untuk segera mencatat apa yang di sampaikan oleh Al Ustadz. Dari guratan
wajahnya yang terlihat lelah, dan ditambah dengan atribut lengkap yang
digunakannya, aku yakin 3 orang anak SMA ini baru pulang dari sekolahnya.
Benarlah
dugaanku, ketika pelajaran break karena solat Isya, aku pun menghampiri
salah seorang dari mereka untuk memastikan dugaanku tadi.
“Baru
pulang ya dik?” tanyaku
“Belum
pulang ke rumah mas, dari sekolah langsung ke sini” jawabnya.
Maa
Sya Allah pikirku. Aku dulu SMA yang pulang jam 4 saja sudah luar biasa
capeknya. Mereka yang pulang magrib, masih bisa menghadiri majlis ilmu.
“Kok
lama banget sekolahnya? Itu belajar sampai magrib?” penasaranku kembali
“Wah,
ini udah lumayan cepat mas. Biasa kita di sekolah sampai jam setengah sepuluh
malam”
“Lah
ngapain aja sampai malam?” tanyaku lagi
“macam-macam
mas kegiatannya” timpalnya.
Melihat
mereka datang saja aku tercengang, ditambah dengan obrolan ini tentu membuat
aku semakin tercengang, bahkan mungkin ingin menangis dibuatnya. Tak tahu
kenapa. Dan entah kenapa pula aku tergerak untuk menceritakannya.
Mungkin,
karena hati ini hanya iri kepada mereka, atau karena penyesalan yang ada pada
diri. Mereka di kelas 2 SMA, sudah mulai mengenal kebenaran dan mau mendatangi
majlis ilmu. Mungkin mereka harus meninggalkan aktivitas mereka yang lain yang
harusnya mereka lakukan di sekolah. Mungkin juga mereka akan mendapatkan ejekan
dari teman-teman mereka karena dianggap cupu karena mau belajar agama. Disaat
teman-teman mereka menganggap SMA adalah masa untuk bersenang-senang (terutama
kelas 2), mereka sudah sadar bahwa menuntut ilmu agama itu harus dilakukan
sedini mungkin. Kemungkinan-kemungkinan itu telah mereka miliki ketika mereka
baru kelas 2 SMA. Yang membuat ku sedih dan iri mungkin, jika memikirkan
diriku.
Dimana aku ketika aku kelas 2 SMA? Jangankan mendatangi majlis ilmu, apa
itu majlis ilmu saja bahkan aku mungkin tak tahu. Tahu pun aku, mungkin waktu
itu aku hanya mencela mereka yang mau mendatangi majlis ilmu.
Kami
bersyukur kepada Allah atas nikmat petunjuk yang telah diberikannya. Semoga
Allah menambahkan hidayahnya kepada kami. Dan semoga kami bisa istiqomah di
jalannya yang lurus.
COMMENTS