Dalam sebuah hadits shahih* yang diriwayatakan dari Abu Hurairoh Rodhiyallaahu ‘anhu dikisahkan bahwasanya pada suatu hari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam pernah didatangi seorang laki-laki Arab Badui dari Suku Bani Fazaroh. Laki-laki itu berkata pada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam :

“Sesungguhnya istriku telah melahirkan seorang anak laki-laki yang berkulit hitam”

Dijelaskan oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di kitabnya Taisiirul ‘Alaam bahwasanya maksud laki-laki tersebut bertanya seperti itu adalah karena laki-laki tersbut ragu dengan status anaknya yang berkulit hitam. Ia ragu apakah itu anaknya atau bukan karena ibu bapaknya yang berkulit putih.

Mendengar pertanyaan itu, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam pun berkata :
“Apakah engkau memiliki unta?”
Laki-laki itu menjawab : “ya”
Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam pun bertanya :
“Apa warnanya?”
Laki-laki itu menjawab : “Merah”
Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam pun bertanya kembali :
“Apakah ada di antara unta-unta itu ada yang berwarna abu-abu?”
Laki-laki itu menjawab : “Sesungguhnya di antara unta-unta itu ada yang berwarna abu-abu”
Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam kembali bertanya :
“Dari mana datangnya unta abu-abu itu?”
Laki-laki itu menjawab : “Bisa saja karena (ada) nenek moyangnya (yang berwarna abu-abu)”
Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam pun bersabda :
“Dan seperti itulah (anakmu), bisa saja karena (ada) nenek moyangnya (yang berkulit hitam)”

Syaikh Abdullah Ali Bassam menjelaskan tentang salah satu faidah hadits ini bahwasanya hadits ini menjelaskan tentang baiknya metode dakwah atau pengajaran Nabi kita Shallallaahu ‘alaihi wa salam. Hadits ini menggambarkan bagaimana Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam bisa memberikan contoh atau qiyas yang relevan dan dapat dimengerti oleh seorang laki-laki badui dari bani Fazarah tersebut. Laki-laki ini adalah seorang badui yang kesehariannya hanya disibukkan dengan mengurus unta dan segala hal yang berhubungan dengan unta. Karena Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam mengerti bagaimana kondisi orang tersebut, makanya beliau Shallallaahu ‘alaihi wa salam menggunakan qiyas yang berhubungan dengan unta.

Inilah contoh hikmah dalam berdakwah sebagaiman firman Allah dalm surat An Nahl 125:
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik ...”

Maka dari itu, hendaklah setiap orang yang berdakwah memperhatikan siapa orang yang didakwahinya agar ia menyesuaikan bagaimana metode dakwah yang benar. Jika seseorang ingin mendakwahi mahasiswa misalnya, maka ia bisa menggunakan bahasa-bahasa yang ilmiah dan menggunakan contoh-contoh yang berhubungan dengan dunia akademik. Lain hal jika ia ingin mendakwahi orang awam atau orang yang masih berpendidikan randah, maka metodenya berbeda. Sebagaimana Nabi kita Shallallaahu ‘alaihi wa salam mengajari seorang arab badui yang kesehariannya hidup dengan unta, maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa salam mengambil qiyas atau contoh yang berhubungan dengan unta pula.

Wallahuta’ala a’lam

Saya catat ini dari kajian Taisiirul ‘Alaam bersama Al Ustadz Aris Munandar

* Bukhori (5305, 6874, dan 7374) dan Muslim (1500)