Green City dan Urban Biodiversity[1]
Kamis
kemarin (8 November 2012) saya ikut acara peringatan tata ruang yang
diselenggarakan PU di Hotel Grand Palace YK. Tahun ini tema peringatanya tak
jauh-jauh dari tema tahun lalu, yaitu dengan tagline Green City for Better
Life. Dan Minggu pagi kemarin (10 November 2012) saya juga ikut acara Green
City Campaign yang diadakan oleh HMT-PWK.
Well,
banyak memang benefit-benefit yang ditawarkan oleh konsep Green City. Tapi, dalam
dunia akademik, disadari sepenuhnya bahwa tak ada konsep yang sempurna. Maka
tentu ada juga beberapa kekurangan dari konsep Green City.
In My Humble Opinion..
Diantara
kekurangan dari konsep Green City, dan yang paling sering kita abaikan,
adalah bagaiaman konsep Green City memberikan solusi terhadap
permasalahan Urban Biodiversity?[2].
Setahu saya, pada tataran konsep/teory, tidak ada solusi yang ditawarkan oleh
konsep Green City tentang bagaimana mengelola, menjaga, atau
meningkatkan Urban Biodiversity. Padahal, notabene konsep Green City
adalah konsep yang diusung sebagai konsep pengembangan kota yang paling
berwawasan lingkungan.
Ini
penting, karena kita tidak ingin Biodiversity diperkotaan terus mengalami
degradasi. Selama ini ketika kita merencanakan dan mengendalikan guna lahan
kita tidak pernah mempertimbangkan aspek Urban Biodiversity. Ketika kita
telah menetapkan guna sebuah lahan sebagai guna budidaya (bukan lindung,
sehingga tidak dikonservasi), maka kita telah mensahkan lahan yang tadinya raw-land
(tanah mentah) menjadi build-land (tanah terbangun) melalui mekanisme land-development
process. Nah, pernahkan kita mempertimbangkan berapa spesies hewan dan
tumbuhan yang kita bunuh dan singkirkan dalam land-development process tersebut?
Atau
dalam hal lain, ketika kita telah memberi warna ‘hijau’ pada rencana pola ruang
yang telah kita buat, sudahkah hijau itu mempertimbangkan aspek keberagaman
hayati?. Kasus penyedian RTH misalnya. Oke kota kita bisa hijau, tapi apa mau
kota kita hijau hanya oleh satu jenis tanaman?
Maka
penting untuk kita memikirkan masalah keanekaragaman hayati perkotaan. Karena
yang sebagaimana tagline peringatan tata ruang tahun ini, Green City for
Better Life, Life di sini tentu tidak hanya bagi manusia, tapi juga bagi tumbuhan
dan hewan.
[2]
Kritik lainnya untuk konsep Green-City muncul apabila konsep ini
dibenturkan dengan konsep Resilient-City. Konsep Resilient-City menganggap
konsep Green-City tidak menyediakan mekanisme Coping atau pun
Bouncing-back manakala (lingkungan) kota mendapatkan disturbance atau
pun shocks. Selain itu ada juga kritik dari sudut pandang politik, yang
menurut saya tidak terlalu menarik.
COMMENTS