Perencanaan dan Kekhawatiran Masa Depan[1]

Dulu pernah saya menulis di Facebook kurang lebih seperti ini:
“Apakah ilmu perencanaan itu menyebabkan kekhawatiran/ketakutan yang berlebih akan masa depan? Ataukah ilmu perencanaan itu hadir untuk menghilangkan kekhawatiran/ketakutan tersebut?”

Kini kembali saya terpikir akan hal tersebut. Namun kali ini yang saya pikirkan sedikit lebih luas, yaitu apakah hakikat ilmu-ilmu dunia itu sama dengan ilmu agama, yaitu rasa takut?

Jika dalam ilmu agama telah jelas, hakikat ilmu pengetahuan itu adalah rasa takut. Semakin banyak ilmu agama seseorang, maka rasa takutnya kepada Allah akan semakin besar pula. Takut untuk meninggalkan perintahnya dan takut untuk melanggar larangannya. Sebagaimana dalam sebuah ayat, Allah berfirman, yang artinya:
 “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu.” [1]

Dan juga sebagaimana perkataan seorang Ulama bernama Masruq:
 “Cukuplah ilmu bagi seseorang dengan takut kepada Allah” [2]

Lantas, bagaimana dengan ilmu dunia? Apakah hakikat dari ilmu dunia juga rasa takut?

Mencoba memikirkan jawabannnya, lantas saya teringat perkataan Shandy Cheeks dalam salah satu episode Sponge Bob Square Pant:
“Ilmu pengetahuan membuat segalanya terasa menakutkan” (Shandy Cheeks)

Saya kira, jika melihat contoh-contoh yang ada, mungkin ada benarnya perkataan Shandy tersebut.

Saya memiliki beberapa teman dokter. Tentu dokter adalah orang yang sangat berilmu tentang kesehatan dan pola hidup sehat. Saya perhatikan teman-teman dokter tersebut sangat perhatian dengan apa yang mereka makan dan sangat mengatur pola makan. Mereka begitu khawatir makan sembarangan dan memiliki pola makan yang sembarangan pula. Mungkin bagi orang yang awam hal seperti itu bisa dinilai lebai. Begitu juga masalah rokok. Dokter merupakan di antara orang yang paling khawatir tentang dampak bahaya merokok karena mereka berilmu tentangnya.

Nah, begitu juga dengan ilmu perencanaan. Saya kira wajar orang yang memiliki background ilmu perencanaan memiliki kekhawatiran tentang yang lebih banyak jika dibanding orang yang tidak memiliki background ilmu perencanaan. Sesuatu yang wajar, karena memang ilmu perencanaan adalah ilmu forecasting (peramalan masa depan). Orang yang terbiasa melakukan perencanaan (terkhusus forecasting) akan lebih handal dalam “meramal masa depan”. Gambaran ketidakmenentuan masa depan akan lebih jelas bagi seorang perencana.  Nah, kekhawatiran biasanya muncul jika melihat gap antara sumberdaya yang ada sekarang dengan hasil forecasting yang dilakukan.

Maka jika dikembalikan ke pertanyaan saya di atas, Apakah ilmu perencanaan itu menyebabkan kekhawatiran/ketakutan yang berlebih akan masa depan. Ataukah ilmu perencanaan itu hadir untuk menghilangkan kekhawatiran/ketakutan tersebut?  Maka saya berani menjawab keduanya. Satu sisi ilmu perencanaan lahir sebagai solusi sehingga bisa menghilangkan kekhwatiran tentang masa depan (baca tulisan saya Plan Your Future!, untuk membela pentingnya perencanaan bagi masa depan). Dan pada sisi lain juga mendatangkan kekhawatiran [3].

Namun, akan berbeda jika anda tanyakan hal tersebut kepada orang-orang beraliran pragmatisme. Orang-orang pragrmatisme (sering disebut sebagai orang anti-planning) pasti mengatakan perencanaan itu tidak berguna dan hanya menimbulkan kerugian seperti kekhwatiran tersebut. Aliran pragmatisme ini muncul karena adanya kejenuhan - kejenuhan terhadap teori planning yg telah mapan. Bagi mereka yang penting adalah melakukan aksi atau kegiatan nyata (getting things done), tidak perlu muluk-muluk merencana (Sudaryono, 2010)

Lalu terkait pertanyaan apakah hakikat ilmu-ilmu dunia itu sama dengan ilmu agama, yaitu rasa takut? Jika yang dimaksud adalah rasa takut kepada Allah, maka Allahua’alam. Namun jika yang dimaksud adalah rasa takut terkait bidang ilmunya masing-masing (seperti dua contoh ilmu kedokteran dan perencanaan), maka jawabannya adalah: ya!

[1] QS Fatir 28
[2] Lihat Adab Tholibil ‘Ilmi, hal 47
[3] Di dalam Islam, ada beberapa poin penting yang harus diketahui tentang kekhwatiran akan masa depan. Ada yang diperbolehkan, ada yang tidak. Perlu pembahasan khusus tentang hal ini.



[1] Terminal 1A, Gate A3, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. 13:35 WIB, 3 September 2012. Sembari menunggu Yogyakarta.